Dua tahun belakangan menjadi tahun yang mengubah kehidupan seluruh manusia di muka bumi. Seluruh kegiatan yang biasanya bebas dilakukan, sekarang jadi sangat terbatas. Pandemi mengubah segala kebiasaan. Pada awalnya, mungkin terasa nyaman.
Bagaikan oase ditengah gurun, ada hari libur bagi para pelajar, work from home yang mungkin sebelumnya tidak terbayangkan oleh para pekerja. Bagi para introvert, keterbatasan ini menjadi surga dunia, terasa indah pada beberapa saat pertama. Setelah pandemi berlangsung tanpa henti (dan belum ada tanda akan berakhir), semakin terasa bahwa perubahan ini begitu berat dan menyesakkan.
Dulu, rasanya waktu begitu sedikit. Berbagai aktivitas dan kegiatan saling berlomba berebut perhatian. Tersusun segala prioritas pada waktu yang terasa sempit. Sedangkan sekarang, rasanya segala kegiatan telah dikerjakan untuk mengisi waktu luang, tapi masih ada rasa bosan karena hanya dirumah saja dan merasa tidak melakukan apa-apa selain kewajiban, seperti belajar ataupun bekerja. Melakukan hobi pun, masih banyak keterbatasan.
Mungkin sebelum semua ini terjadi, hanya berbaring di akhir pekan menjadi mimpi yang sulit menjadi nyata. Ketika Allah wujudkan untuk bisa berbaring karena keterbatasan gerak, ternyata bukan ini yang kita inginkan. Ternyata keleluasaan ini juga bukan sesuatu yang nyaman. Bukan kekosongan yang dapat membuat bahagia.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda; “Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada mukmin yang lemah. Namun, keduanya tetap memiliki kebaikan. Bersemangatlah atas hal-hal yang bermanfaat bagimu. Minta tolonglah pada Allah dan janganlah engkau lemah. Jika engkai tertimpa suatu musibah, maka janganlah engkau katakan: ‘seandainya aku lakukan demikian dan demikian.’ akan tetapi hendaklah kau katakan: ‘ini sudah jadi takdir Allah. Setiap apa yang telah Dia kehendaki pasti terjadi.’ Karena perkataan seandainya dapat membuka pintu syaiton.” (HR. Muslim)
Yup, segala sesuatu termasuk pandemi ini sudah menjadi takdir yang Allah gariskan. Bukan saatnya untuk menyesali apa yang kita lakukan di masa lampau, tapi bagaimana menyikapi apa yang tengah terjadi. Sudah menjadi fitrah yang Allah gariskan pula bahwa manusia, senang untuk bergerak, nyaman dalam kesibukan. Ketika terjadi penyimpangan dalam fitrah, akan ada rasa kosong dan gelisah yang melanda. Allah senang pada hamba-Nya yang bersemangat dalam hal yang bermanfaat. Allah lebih menyukai apabila kita aktif dalam kebaikan, bukan bergerak dalam ketidakmanfaatan, apalagi jika hanya berdiam diri.
Allah sudah menanamkan fitrah bergerak dalam kebaikan ini didalam diri manusia. Maka jelas ketika lebih banyak berdiam diri, hanya kekosongan yang terasa dalam hati. Bukan berarti tidak boleh untuk rebahan santai di akhir pekan. Namun, isilah waktu luang dengan kegiatan yang bermanfaat.
Di tengah keterbatasan gerak, carilah kegiatan yang tidak akan menyulitkan diri dan sekitar. Lakukan hobi dengan beberapa penyesuaian. Apabila merasa kosong, carilah kegiatan dan hobi baru. Ikuti komunitas, perluas jaringan. Perluas manfaat dan gali potensi diri yang mungkin selama ini belum kita sadari.
Banyak yang sudah merasakan bahwa pandemi ini menjadi gerbang besar bagi potensi diri yang mungkin lama terpendam. Yang sebelumnya sulit menemukan waktu luang untuk eksplorasi diri, sekarang dapat mengeluarkan bakat yang ternyata selama ini dimiliki.
Hal ini kembali pada diri kita, mau menggali atau hanya berpasrah dengan keadaan. Mau mengulik segala potensi dan kesempatan yang Allah berikan atau berdiam dalam keterbatasan. Semua adalah pilihan diri masing-masing, tapi kita semua tau, mana yang Allah senangi. Dan bukankah kita hidup di dunia hanya untuk mencari cinta dan ridho-Nya?
Penulis: Fadhilla Chrisanti