DILEMA BULU MATA DI HARI PERNIKAHAN

Oleh: Maharani Yas

Sebut saja namanya Ratih. Setelah tiga bulan menjalani proses taaruf dengan salah seorang ikhwan, ia pun mantap memutuskan untuk menikah. Segala sesuatu terkait pelaksanaan ijab kabul dan resepsi telah dipersiapkan. Sampai akhirnya, penghulu dan para saksi pun mengucap sah atas pernikahan Ratih dan ikhwan tersebut. Seusai akad, hari itu juga langsung dilaksanakan resepsi pernikahan di kediaman mempelai wanita.
Selang dua minggu, resepsi kedua dilaksanakan di kediaman mempelai laki-laki. Awalnya Ratih merasa biasa saja. Tak ada hal apa pun yang mengganggu hatinya. Hingga tiba di hari pelaksanaan resepsi kedua tersebut, Ratih mulai cemas. Ia mendengar perbincangan kakak-kakak iparnya tentang penampilannya ketika di resepsi pertama dua pekan lalu.
Saat itu, Ratih tampil dengan make up sederhana. Ia sengaja mencari MUA yang bisa memenuhi keinginan Ratih untuk tidak meriasnya seperti riasan pengantin pada umumnya. Ratih meminta agar alisnya tidak dicukur dan tidak perlu menggunakan bulu mata palsu. Karena Ratih memahami bahwa kedua hal tersebut merupakan hal yang dilarang dalam agama yang dicintainya, islam yang rahmatan lil alamin.
Mendengar perbincangan kakak-kakak iparnya, Ratih pun mulai khawatir. Bagaimana caranya agar di acara resepsi kedua ini, ia bisa tetap menjaga batasan-batasan yang telah ia buat untuk dirinya sedari awal? Bahwa di hari pernikahannya sekalipun, Ratih akan tetap memegang prinsipnya untuk tidak tabarruj. Sedangkan kakak-kakak iparnya justru memberi penekanan bahwa ia harus didandani lebih, setidaknya dengan bulu mata palsu.
Saudariku, kisah Ratih di atas hanyalah kisah rekayasa. Tapi bisa jadi, ada di antara saudari kita yang pernah berada diposisi yang sama dengan Ratih, walau tidak sama persis. Namun sama-sama berada pada kegundahan di mana keinginan hati untuk tetap menjaga batas-batasan berhias di hari pernikahan, harus berbenturan dengan pemahaman keluarga besar yang belum tersentuh nilai-nilai islam. Harus kita ketahui, bahwa salah satu batasan dalam berhias adalah tidak melakukan yang disebut dengan menyambung rambut.
Dikisahkan, seseorang bertanya kepada Rasulullah SAW perihal putrinya yang baru menikah.
“Wahai Rasulullah, sesungguhnya saya memiliki seorang putri yang baru menikah. Ternyata dia sakit panas, sampai rambutnya rontok. Bolehkah saya menyambung rambutnya (dengan rambut palsu)?”
Rasulullah SAW menjawab.
“Allah melaknat al-washilah (orang yang menyambung rambut) dan al-mustaushilah (orang yang minta disambungkan rambutnya),” (HR. Bukhari dan Muslim).
Meski tidak ada dalil khusus yang mengatakan bahwa menggunakan bulu mata palsu hukumnya dilarang, namun melihat sifat dari bulu mata palsu itu sendiri, para ulama menyampaikan bahwa hal tersebut sama dengan yang dimaksud dalam hadis yang telah disebutkan tadi.
Menggunakan bulu mata palsu, apakah itu terbuat dari rambut asli manusia atau terbuat dari selainnya, maka hukumnya tetap sama. Apakah bulu mata palsu itu ditempel menggunakan lem perekat di kelopak mata atau justru disambung di bulu mata aslinya (eyelash extension), hal ini tidaklah berbeda. Sifatnya sama-sama menyambung rambut dan itu merupakan hal yang dilarang dalam berhias.
Tidak bisa dipungkiri, bahwa fitrahnya wanita adalah ingin terlihat cantik dan menarik. Terlebih jika itu dihari yang sangat spesial dalam hidupnya, salah satunya di hari pernikahan. Namun islam dengan segala bentuk penjagaannya terhadap muslimah, tidak memberi batasan kecuali ada manfaat yang ingin diraih di dalamnya. Dengan kata lain, batasan itu diberikan untuk menjaga muslimah dari kemudharatan yang bisa menimpanya.
Ada pun mudharat atau bahaya yang bisa saja menimpa seorang muslimah yang menggunakan bulu mata palsu antara lain:
Infeksi mata
Penggunaan bulu mata palsu dapat memberikan rasa tidak nyaman bagi mata penggunanya. Hal ini akan membuat mata lelah dan tegang. Belum lagi jika dalam proses penggunaannya tidak memperhatikan kebersihan. Kita tahu bahwa mata salah satu indera yang sangat sensitif jika terpapar bahan-bahan tertentu.
Iritasi
Tidak semua kandungan yang terdapat pada bulu mata palsu atau lem perekat yang digunakan bisa diterima oleh pengguna bulu mata palsu tersebut. Kandungan tersebut bisa memberi reaksi gatal yang pada akhirnya membuat mata menjadi iritasi.
Dermatitis
Dermatitis adalah satu kondisi di mana terjai peradangan pada kulit yang menyebabkan ruam dan gatal, sehingga kulit menjadi bengkak dan memerah. Hal ini lagi-lagi bisa terjadi akibat kandungan yang ada pada bulu mata palsu tersebut.
Kehilangan bulu mata
Bukan tidak mungkin, bulu mata yang asli menjadi rusak akibat penggunaan bulu mata palsu, setelah terjadinya infeksi atau iritasi pada kelopak mata.
Kebutaan
Pada khasus yang lebih parah, iritasi atau infeksi yang terjadi akibat penggunaan bulu mata palsu, baik yang hanya direkatkan dengan lem khusus atau melalui prosedur eyelash extension, bisa berujung pada kebutaan. Na’udzubillahimindzalik.
Saudariku, itulah hal yang perlu menjadi pertimbangan kita, ketika kita dihadapkan pada keadaan seperti Ratih. Jika keluarga kita tidak menerima alasan bahwa menggunakan bulu mata palsu itu dilarang dalam islam, bisa kita sampaikan alasannya dari segi medis. Semoga Allah SWT memberikan kita pertolongan untuk memberi pemahaman terkait hal ini kepada keluarga kita.
Memang, acara pernikahan adalah momen yang sangat spesial bagi kita dan tentunya kita ingin agar kita bisa tampil terbaik di hari tersebut. Namun bukan berarti, kita bisa bermudah-mudahan untuk melanggar aturan yang sudah Allah SWT berikan melalui lisan Rasulullah SAW.
Bagi yang sudah terlanjur melakukannya, entah itu di hari pernikahan, wisuda atau bahkan justru kesehariannya justru terbiasa menggunakan bulu mata palsu tersebut, mari kita bersegera untuk memohon ampunan dari Allah SWT. Jangan sampai, Allah mencabut kasih sayang-Nya kepada kita karena kita bermudah-mudahan dalam hal ini.
Bukan hanya yang menggunakan (al-washilah), tapi hal ini juga berlaku untuk saudari-saudari yang berprofesi sebagai MUA. Karena dalam hadis yang sudah disebutkan di atas, orang yang memasangkan bulu mata palsu tersebut (al-mustaushilah) juga termasuk dalam laknat Allah SWT. Na’udzubillahimindzalik.
Kita tentu tidak mau, jika usaha kita untuk mencari nafkah justru dinilai laknat oleh Allah SWT karena kita tidak bisa menolak permintaan pelanggan untuk menggunakan bulu mata palsu. Hal ini tentu berat, namun jika iman sudah tertancap dalam di hati kita, apapun konsekuensinya, kita tentu lebih mengedepankan pandangan Allah SWT semata.
Bagi yang belum mendapati dilema yang sama seperti Ratih, alangkah lebih baiknya hal ini sudah disampaikan terlebih dahulu kepada keluarga besar. Agar ketika hari spesial itu datang, kita tidak perlu mengerahkan upaya berlebih untuk memahamkan mereka. Apalagi, jika kita terpaksa “mengalah” karena kalah suara dengan mereka. Na’udzubillahimindzalik.

“Tak perlu menggunakan bulu mata palsu di hari spesialmu. Karena yang dinilai bukan dari cantik rupamu, namun dari ketaatanmu.”

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *