KARENA LISAN YANG TAK BERTULANG, AMALAN BISA HILANG

Seringkali kita tidak melihat hal-hal kecil apa saja yang bisa menyakiti orang lain. Jangankan memperhatikan, menyadarinya pun kita jarang. Alih-alih berhenti ketika menyadari bahwa omongan kita menyakiti, kita malah mengelak dan mengatakan, “Ah, itu mah dia aja yang baperan, perasaan wajar wajar aja kok kalo aku bilang gitu, kan itu demi kebaikannya.” Begitu tega kita bersembunyi di dalam kalimat ‘demi kebaikannya’. 

Tak hanya itu, terkadang kebebasan atau hak menyampaikan pendapat menjadi dalih bahwa setiap orang berhak atas lidahnya apapun nanti dampak yang terjadi, bahkan sebagian orang berpikir, kalau nanti ada perkataan salah yang terucap, ya … diwajarin aja, kita kan manusia. Simpel, ‘kan? Hmm … seolah sudah menjadi prinsip bahwa hak adalah yang harus dan boleh dilakukan, tanpa memperhatikan ‘kewajiban’ untuk senantiasa menjaga perasaan orang lain.

Terdapat beberapa contoh di mana ujung dari kehidupan dunia seseorang yang tak menjaga lisannya adalah berada di balik jeruji besi, juga cemoohan masyarakat akibat tingkah yang tak terjaga di media sosial. Hal ini baru dampak di dunia, belum lagi di akhirat.

Kita sering lupa bahwa menjaga lisan lebih baik dari pada menuntut hak yang nantinya dapat menyakiti perasaan orang lain. Kita lupa bahwa Rasulullah pernah bersabda dan diriwayatkan oleh  Ahmad bahwa pernah ada yang bertanya, “Wahai Rasullullah, ada seorang wanita yang terkenal banyak sholat, puasa, dan sedekah, hanya saja ia menyakiti tetangganya dengan lisannya.” Maka beliau bersabda, “Dia di neraka.”  Lelaki itu berkata: “Wahai Rasulullah, ada seorang wanita yang terkenal dengan sedikit puasa, sedekah dan sholatnya, ia hanya bersedekah dengan sepotong keju, tetapi ia tidak menyakiti tetangganya dengan lisannya.” Maka beliau bersabda, “Dia di surga.”

Hadits diatas menjadi bukti bahwa, sebaik apapun amalan akan hilang jika lisan ini pernah menyakiti orang lain. Karena pahala yang menggunjing akan hilang dan diambil oleh orang yang dibicarakannya.

Lidah memang tak bertulang, tapi tetap kita perlu memperhatikan perasaan orang. Jangan sampai kita kehilangan amalan, karena salah menempatkan lisan. Boleh saja kita menegur, mengingatkan, dan mengkritik, tapi perlu lihat pula kesiapan perasaan orang yang ada di depan kita, tak semua hal perlu dilakukan terburu-buru. Kita sendiri pun perlu merancang kata supaya hal ini tak menyakiti. Semua ada masanya, bukan? Al-Quran saja turun untuk menyampaikan ‘berita’ kepada umat Islam secara bertahap. 

Sebagai orang muslim, hendaknya kita menghindarinya dengan berusaha Ingat selalu bahwa setiap ucapan yang keluar tak bisa ditarik kembali serta banyaklah mengingat kesalahan diri, dengan begitu bisa meredam lidah untuk sibuk mengatai orang lain dan doa. Berikut adalah doa supaya terhindar dari ucapan yang menyakitkan hati orang lain.

ﺍﻟﻠُﻬﻢﺍﺟﻌﻞ ﺻﻤﺘﻲ ﻓﻜﺮﺍ ﻭُﻧﻄﻘﻲﺫﻛﺮﺍ

Allâhumma-j‘al shamtî fikran wa nuthqî dzikran

Artinya: “Wahai Allah, jadikanlah diamku berpikir, dan bicaraku berdzikir.” 

 

Wallahu a’lam bishshowab. []

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *