HIDUP HANYALAH JEMBATAN PENGHUBUNG KE AKHIRAT

Manusia hidup di dunia sesuai kehendak Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Suatu hari nanti, ia pasti mati.

“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati.”  (QS. Ali Imron : 185) 

“Sesungguhnya kamu akan mati dan sesungguhnya mereka akan mati pula.” (QS. Az- Zumar : 30) 

           Namun demikian, tidak ada seorang pun yang mengetahui kapan ajalnya tiba. Sebagaimana disebutkan dalam firman Allah, 

Dan tiada seorangpun yang mengetahui dengan pasti apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorangpu yang mengetahui di bumi mana ia akan mati. Sesungguhnya Allah maha mengetahui lagi maha mengenal” (QS. Lukman : 34)

           Berapa pun panjangnya usia seseorang, dunia akan tetap berakhir baginya. Ini adalah realita yang kita saksikan, kita lihat setiap saat, siang maupun malam. Setelah kematian, manusia mau tidak mau akan marasakan kehidupan yang kekal abadi. Itulah kehidupan akhirat. Setelah Allah Subhanahu Wa Ta’ala membangkitkan semua manusia dari kubur, maka akan dilakukan perhitungan amal yang telah dilakukan di dunia, Allah lalu memutuskan tempat tinggal kita, apakah kita akan di surga yang seluas langit dan bumi atau di neraka yang baranya berupa manusia dan batu. Mukmin yang berakal tidak akan tertipu dengan dunia, ia menganggap dunia hanya sebagai ladang untuk menyemaikan benih-benih amal shalih agar ia bisa memetik buahnya di akhirat kelak. Dunia hanya sebagai bekal untuk melewati shirath yang berada di atas neraka jahannam. 

          Hakikat ini sudah dipesankan oleh semua nabi. Sebagaimana firman Allah yang menceritakan tentang orang beriman dari keluarga Fir’aun,

“Sesungguhnya kehidupan ini hanyalah kesenangan sementara dan sesungguhnya akhirat itulah negeri yang kekal.” (QS. Ghafir : 39)

Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam bersabda, “Perumpamaan dunia bagiku adalah ibarat seorang musafir yang istirahat sejenak di bawah sebuah pohon lalu meneruskan perjalanannya.” ( HR. Muslim)

Seorang mukmin menjalani hidup di dunia ini, hanyalah bagaikan orang asing atau seorang yang menyebrang jalan. Ia tidak menetap di dunia, terlebih disibukkan atau tertipu dengan gemerlap kemewahannya. Baginya dunia hanya sekedar lewat dan bukan tempat tinggal yang abadi. 

Allah berfirman dalam surat Ali Imran ayat 185 yang artinya :

“Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” 

Kita semua mencintai karunia, mencintai anugerah yang memperindah kehidupan kita. Kita mencintai anak-anak, pasangan, orang tua, teman-teman kita. Kita mencintai kemudaan dan kesehatan kita. Kita mencintai rumah, mobil, uang dan kerupanan kita. Tapi apa yang terjadi ketika karunia hanya sekedar karunia? 

Karunia adalah sesuatu yang bukan berasal dari kita. Sebuah karunia bisa diberikan dan diambil kembali. Kita bukan pemilik asli karunia tersebut.

Dengan begitu, seorang mukmin akan senantiasa merasa bahwa ia orang asing yang hanya tinggal sementara atau orang yang menyebrang jalan. Ia senantiasa merindukan tempat asalnya, yaitu di sisi Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Maka, ia tidak akan merasakan ketentraman sejati tinggal di dunia meski dikaruniai usia panjang. Ia tidak membangun rumah yang megah serta menumpuk perabot yang mewah. Ia merasa cukup dengan apa yang didapat. Itu pun untuk bekal di tempat tinggal yang sebenarnya. Karena ia tahu persis bahwa ia akan tinggal disana selama-lamanya. 

             Demikianlah seharusnya sikap seorang mukmin terhadap dunia. Karena dunia bukan tempat tinggal yang abadi. Ia hanyalah sepenggal kehidupan yang singkat, jika dibandingkan dengan kehidupan di akhirat.

“Padahal kenikmatan di dunia dibandingkan dengan kehidupan di akhirat hanyalah sedikit.” (At-Taubah : 38) 

“Dan sesungguhnya akhirat itulah negeri yang kekal.” (Al-Mukmin : 39)

Well, selamat berfastabiqul khairat, Shalihat. (MY)

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *