Renungan ini selalu datang dan pergi, menelisik kualitas diri yang semakin hari mestinya semakin baik dari sebelumnya. Ada sedikit ketakutan jika diri ini tak mampu menjaga kesadaran, bahwa menyeru adalah sebuah keniscayaan bagi seorang yang mengaku beriman.
Mereka yang tidak mengenal Islam, tidak akan menyalahkan isi Al-Qur’an maupun As-Sunnah, mereka hanya menilai apa yang mampu diri kita tampilkan sebagai seorang muslim. Iya, akulah seorang muslimah, cerminan nikmatnya ber-Islam dan aku adalah ambassador of Islam.
Ber-Islam adalah sebuah pilihan diri, walaupun bisa jadi saat kita baligh belum tersadar sepenuhnya bahwa kita sudah hidup bertanggungjawab. Kemudian menjalankan perintah-Nya, jelas sebuah kewajiban karena ia adalah konsekuensi dari sebuah pilihan. Islam.
Bisa dibayangkan, jika kita yang mengaku sebagai aktivis muslimah tapi hanya bermodalkan semangat setiap menyerukan kalimat Allah. Semangat itu muncul dari gelora diri entah dipengaruhi faktor internal maupun eksternal, ia mirip dengan suasana hati yang kadang kala naik dan turun tak menentu. Ah iya, euforia.
Perlu sedikit kita hayati bahwa menyeru adalah sebuah pekerjaan jiwa raga yang berbuah kenikmatan dan tidak bisa digantikan apapun. Tentu tidak lucu, ya, kalau kemudian kita enggan berdakwah karena sedang tidak mood, minder, tidak percaya diri, sudah tidak trend lagi, tidak ada yang mendukung dan sejumlah alasan lainnya.
“Dan jika kamu mengikuti kebanyakan orang di bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah.Yang mereka ikuti hanya persangkaan belaka dan mereka hanyalah membuat kebohongan” (QS Al-An’am :116)
Tentu hal ini tidak dibenarkan. Mari bercermin sejenak untuk berkontemplasi dan mengecek adakah diri ini bergerak karena semangat ataukah karena sadar?
Jika kita memilih untuk menyeru, maka semangat saja tidak cukup karena jalan yang akan kita tempuh jelas berliku. Amunisi seorang aktivis itu luar biasa banyaknya. Jiwa, raga, dan fisik harus selalu diberi asupan nutrisi agar tetap terjaga kesadarannya untuk tetap bergerak tanpa tapi. Ada akal yang perlu kita selami melalui samudera ilmu, ada jiwa yang musti kita sirami dengan basuhan ayat-Nya.
Inilah dinamika seorang aktivis, senantiasa bertumbuh, mekar, dan menyeruakkan wangi tiada henti. Masya Allah.
Yakinlah bahwa dengan menyeru, Allah berikan kesempatan kita untuk terus bertumbuh dengan tempaan-Nya yang istimewa. Mendewasakan cara berpikir, bersikap dan apapun itu yang membuatmu menjadi muslimah yang matang secara paripurna.
Jangan lengah untuk terus menuntut ilmu dan memperbaharui setiap amalan harian karena energi menyeru hanya akan kita dapatkan ketika semua hak-hak Allah telah usai kita tunaikan. Selamat bertumbuh, Kawan. (RR)

