Suatu hari, Rasulullah memerintahkan Salman Al Farisi untuk pergi ke baitulmal untuk mengambil makanan yang hendak dihidangkan kepada dua orang yang meminta bantuan kepada Rasulullah. Maka, pergilah Salman ke baitulmal.
Sesampainya di baitulmal, Salman bertemu dengan Usamah bin Zaid sebagai pengurus baitulmal. Disampaikanlah maksud kedatangan Salman sebagai pesan Rasulullah untuk mengambil makanan. Namun, Usamah mengatakan bahwa ia tidak memiliki persediaan makanan.
Ternyata, dua orang tersebut mendengar percakapan antara Salman Al Farisi dan Usamah bin Zaid. Kemudian, salah satu dari mereka berkata, “Usamah itu adalah orang yang pelit.” Lalu, mereka membicarakan tentang Salman, “Apabila Salman di suruh untuk mengeringkan sumur yang penuh dengan air, pastilah ia akan melakukannya.” Kemudian kedua orang tersebut mengintai apa yang dilakukan Usamah.
Setelah itu, datanglah mereka kepada Rasulullah. Saat bertemu, Rasulullah berkata, “Sesungguhnya aku mencium aroma daging di mulut kalian.”
Maka terkejutlah kedua orang tersebut. Mereka berdua berkata, “Sungguh! Kami hari ini tidak memakan daging, wahai Rasulullah.”
Rasulullah menjawab, “Ya! Kalian telah memakan daging Salman dan Usamah.”
Dari kisah tersebut, kita dapat mengambil hikmah. Rasulullah menyampaikan bahwa membicarakan aib orang lain, baik itu benar atau tidak, maka ia seperti halnya telah memakan daging saudaranya tersebut.
Bahkan, di dalam Al-Qur’an disebutkan bukan hanya sekadar memakan daging saudaranya. Melainkan memakan daging yang sudah menjadi bangkai.
Hal ini telah Allah sampaikan dalam Surat Al-Hujurat ayat 12 yang artinya:
“Dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.”
Ternyata, Perempuan Mengeluarkan 20.000 Kata Setiap Hari
Dear Shalihat, telah diketahui bahwa perempuan sangat suka berbicara. Asyik, ya, ketika bertemu teman dekat, kita bisa berbincang panjang lebar. Rasanya, enggak ada habisnya mulut ini berbicara.
Wah, apalagi kalau membicarakan aib orang lain. Seolah-olah begitu lega rasanya, kalau ada orang lain yang lebih buruk dari kita. Membicarakan orang lain dibelakangnya bisa sangat bersemangat. Astaghfirullah…
Dear Shalihat, memang Allah takdirkan kita sebagai perempuan untuk senang berbicara. Hal ini terbukti dalam studi yang menyebutkan kalau perempuan menghabiskan 20.000 kata setiap hari untuk berbicara. Sedangkan laki-laki hanya 7.000 kata per harinya. Perbandingan yang sangat jauh ya.
Namun, ingat, Shalihat, mulut ini bisa menjadi pembawa bencana jika bukan digunakan untuk membicarakan hal-hal yang bermanfaat. Sebaliknya, mulut ini akan menjadi penyelamat kita jika hal-hal yang diucapkan adalah kebaikan.
Tahanlah lisan kita untuk membicarakan aib orang lain. Coba bayangkan jika kita berada di posisi orang yang sedang kita bicarakan. Akan senangkah kita dengan hal itu? Maukah aib yang sudah lama kita tutupi terkorek-korek? Pasti tidak akan ada satupun dari kita yang mau kalau aibnya diketahui banyak orang. Maka, latih lisan kita untuk menjaga perkataan yang baik. Jaga lisan kita dari membicarakan aib orang lain, sama halnya dengan kita menjaga rahasia aib diri kita sendiri.
Mungkin beberapa tips ini dapat membantu kita untuk sama-sama melatih lisan dari ucapan-ucapan yang sama sekali tidak ada manfaatnya.
Yuk, Kita Latih Lisan Kita dengan Beberapa Cara Ini:
- Selalu mengingat setiap ucapan yang keluar dari lisan kita akan tercatat.
- Ingat, kita bukan orang yang sempurna. Semua manusia pasti memiliki aib. Ingatlah aib diri sendiri yang tidak ingin orang lain ketahui.
- Manfaatkan kuota 20.000 kata tersebut dengan memperbanyak istighfar dan berdzikir kepada Allah Subhanahu Wata’ala.
Read loud. Mungkin cara ini akan sedikit aneh untuk dipraktikkan. Tapi cobalah gunakan kuota 20.000 kata ini dengan membaca sebuah tulisan secara bersuara. Paling mudah adalah bertilawah. Atau, kita juga dapat membaca buku atau artikel dan menyuarakannya secara lantang. (SHK)

